Langsung ke konten utama

Makalah Analisis Algoritma Bubble Sort

Abdullah Masulili - NIM : F 551 15 203
Program Studi Teknik Informatika, Jurusan Teknologi Informasi, Universitas Tadulako
Jalan Soekarno Hatta KM.9, Tondo, Mantikulore, Kota Palu, Sulawesi Tengah
E-mail : abdullahsrcc92@gmail.com

ABSTRAK


Makalah ini membahas efektifitas dari algoritma bubble sort yang merupakan salah satu bentuk algoritma pengurutan. Efektifitas yang akan ditinjau di makalah ini yaitu mengenai kompleksitas algoritma serta  tingkat kesulitan koding dari algoritma bubble sort.

Kata kunci: Efektifitas, algoritma pengurutan, kompleksitas algoritma,



1.    PENDAHULUAN


1.1  Kompleksitas Algoritma


Untuk menyelesaikan suatu masalah, akan terdapat berbagai algoritma yang dapat digunakan, sesuai dengan salah satu pepatah popular, “Ada banyak jalan menuju Roma.” Akan tetapi, algoritma manakah yang harus dipilih agar masalah itu dapat diselesaikan dengan efektif? Tentu harus ada parameter yang bisa dibandingkan.
Dalam aplikasinya, setiap algoritma memiliki dua buah ciri khas yang dapat digunakan sebagai parameter pembanding, yaitu jumlah proses yang dilakukan dan jumlah memori yang digunakan untuk melakukan proses. Jumlah proses ini dikenal sebagai kompleksitas waktu yang disimbolkan dengan T(n), sedangkan jumlah memori ini dikenal sebagai kompleksitas ruang yang disimbolkan dengan S(n).
Kompleksitas waktu diukur berdasarkan jumlah proses khas suatu algoritma, bukan berdasarkan run-time secara nyata ketika aplikasi dilakukan. Hal ini disebabkan  oleh arsitektur komputer dan kompiler yang berbeda-beda, sehingga suatu algoritma yang sama akan menghasilkan waktu eksekusi yang berbeda, pada komputer dan kompiler yang berbeda.

Dalam setiap algoritma, terdapat berbagai jenis operasi, di antaranya :
-          Operasi baca tulis.
-          Operasi aritmatika (+ - / *)
-          Operasi pengisian nilai (assignment)

-          Operasi pengaksesan elemen larik
-          Operasi          pemanggilan         fungsi     ataupun prosedur

Dalam perhitungan kompleksitas algoritma, kita hanya menghitung operasi khas (tipikal) yang mendasari algoritma tersebut.

1.1  Kompleksitas Waktu Asimptotik


Kenyataannya, jarang sekali kita membutuhkan kompleksitas waktu yang detil dari suatu algoritma. Biasanya yang kita butuhkan hanyalah hampiran dari kompleksitas waktu yang sebenarnya. Kompleksitas waktu ini dinamakan kompleksitas waktu asimptotik yang dinotasikan dengan “O” (baca : “O-besar”). Kompleksitas waktu asimptotik ini diperoleh dengan mengambil term terbesar dari suatu persamaan kompleksitas waktu. Sebagai contoh, dapat dilihat pada persamaan di bawah ini.
                              T(n)=4n3+5n2+7n+3  (1)
                                             O(n3)           (2)

Dari persamaan (1) di atas diperoleh persamaan (2). Dapat dilihat bahwa nilai O adalah term terbesar dari T(n), tanpa faktor pengalinya. Berikut ini adalah daftar dari beberapa kelompok algoritma berdasarkan nilai O nya.
Tabel 1. Pengelompokan Algoritma Berdasarkan Notasi OBesar

Kompleksitas algoritma tersebut memiliki suatu spektrum, yang menunjukkan tingkat kompleksitas suatu algoritma, dengan urutan sebagai berikut.

O(1)<O(log n)<O(n)<O(n log n)<O(n2)<…<O(2n)<O(n!) 

2.    ALGORITMA BUBBLE SORT

2.1    Ide Dasar Algoritma Bubble Sort


2.1.1  Langkah pengurutan dalam Bubble Sort
Algoritma bubble sort adalah salah satu algoritma pengurutan yang paling simple, baik dalam hal pengertian maupun penerapannya. Ide dari algoritma ini adalah mengulang proses pembandingan antara tiap-tiap elemen array dan menukarnya apabila urutannya salah. Pembandingan elemen-elemen ini akan terus diulang hingga tidak perlu dilakukan penukaran lagi. Algoritma ini termasuk dalam golongan algoritma comparison sort, karena menggunakan perbandingan dalam operasi antar elemennya. Berikut ini adalah gambaran dari algoritma bubble sort.
Misalkan kita mempunyai sebuah array dengan elemenelemen “4 2 5 3 9”. Proses yang akan terjadi apabila digunakan algoritma bubblesort adalah sebagai berikut.

 Pass pertama
(4 2 5 3 9) menjadi (2 4 5 3 9)
(2 4 5 3 9) menjadi (2 4 5 3 9)
(2 4 5 3 9) menjadi (2 4 3 5 9)
(2 4 3 5 9) menjadi (2 4 3 5 9)

Pass kedua
(2 4 3 5 9) menjadi (2 4 3 5 9)
(2 4 3 5 9) menjadi (2 3 4 5 9)
(2 3 4 5 9) menjadi (2 3 4 5 9)
(2 3 4 5 9) menjadi (2 3 4 5 9)

Pass ketiga
(2 3 4 5 9) menjadi (2 3 4 5 9)
(2 3 4 5 9) menjadi (2 3 4 5 9)
(2 3 4 5 9) menjadi (2 3 4 5 9) (2 3 4 5 9) menjadi (2 3 4 5 9)

Dapat dilihat pada proses di atas, sebenarnya pada pass kedua, langkah kedua, array telah terurut. Namun algoritma tetap dilanjutkan hingga pass kedua berakhir. Pass ketiga dilakukan karena definisi terurut dalam algoritma bubblesort adalah tidak ada satupun penukaran pada suatu pass, sehingga pass ketiga dibutuhkan untuk memverifikasi keurutan array tersebut.

2.1.1  Kura-kura dan Kelinci pada Bubble Sort
    
    Dalam algoritma Bubble Sort ini, terdapat beberapa ciri khas yang cukup menonjol, Ciri khas dari algoritma Bubble Sort ini adalah cepatnya elemen-elemen besar menempati posisi yang tepat dan lambatnya elemenelemen yang lebih kecil dalam menempati posisi yang tepat. Hal ini dapat ditunjukkan pada contoh data “9 2 4 1” yang akan diurutkan berikut ini menggunakan algoritma Bubble Sort

Pass Pertama
(9 2 4 1) menjadi (2 9 4 1) 
(2 9 4 1) menjadi (2 4 9 1)
(2 4 9 1) menjadi (2 4 1 9)

Pass Kedua
(2 4 1 9) menjadi (2 4 1 9)
(2 4 1 9) menjadi (2 1 4 9)
(2 1 4 9) menjadi (2 1 4 9)

Pass Ketiga
(2 1 4 9) menjadi (1 2 4 9)
(1 2 4 9) menjadi (1 2 4 9)
(1 2 4 9) menjadi (1 2 4 9)

Pass Keempat
(1 2 4 9) menjadi (1 2 4 9)
(1 2 4 9) menjadi (1 2 4 9)
(1 2 4 9) menjadi (1 2 4 9)

Dari proses pengurutan di atas, dapat dilihat bahwa elemen terbesar, “9”, langsung menempati posisi akhir pada pass pertama. Akan tetapi elemen terkecil, “1”, baru menempati posisi pertama pada pass keempat, yaitu pass yang terakhir.
Oleh karena itu, muncullah istilah “kura-kura” dan “kelinci” dalam algoritma Bubble Sort. Pada contoh di atas, “1” berperan sebagai “kura-kura”, sedangkan “9” berperan sebagai “kelinci”.
Fenomena “kura-kura dan kelinci” ini sering kali mengakibatkan proses pengurutan menjadi lama, terutama elemen “kura-kura”.  Hal ini disebabkan oleh “kura-kura” membutuhkan satu kali pass hanya untuk bergeser posisi ke sebelah kiri.

2.2    Implementasi dalam Pseudo-Code


Setiap algoritma akan memiliki implementasi yang berbeda, tergantung dari bahasa program yang dipakai. Oleh karena itu berikut ini adalah pseudo-code dari algoritma bubblesort, untuk memudahkan implementasi bubblesort pada bahasa apapun. 

2.3    Kompleksitas Algoritma Bubble Sort

Kompleksitas Algoritma Bubble Sort dapat dilihat dari beberapa jenis kasus, yaitu worst-case, average-case, dan best-case.

2.3.1  Kondisi Best-Case
Dalam kasus ini, data yang akan disorting telah terurut sebelumnya, sehingga proses perbandingan hanya dilakukan sebanyak (n-1) kali, dengan satu kali pass. Proses perbandingan dilakukan hanya untuk memverifikasi keurutan data. Contoh Best-Case dapat dilihat  pada pengurutan data “1 2 3 4” di bawah ini.

Pass Pertama
(1 2 3 4) menjadi (1 2 3 4)
(1 2 3 4) menjadi (1 2 3 4)
(1 2 3 4) menjadi (1 2 3 4)

Dari proses di atas, dapat dilihat bahwa tidak terjadi penukaran posisi satu kalipun, sehingga tidak dilakukan pass selanjutnya. Perbandingan elemen dilakukan sebanyak tiga kali.
Proses perbandingan pada kondisi ini hanya dilakukan sebanyak (n-1) kali. Persamaan Big-O yang diperoleh dari proses ini adalah O(n). Dengan kata lain, pada kondisi Best-Case algoritma Bubble Sort termasuk pada algoritma lanjar.

2.3.2  Kondisi Worst-Case
Dalam kasus ini, data terkecil berada pada ujung array. Contoh Worst-Case dapat dilihat pada pengurutan data “4 3 2 1” di bawah ini.

Pass Pertama
(4 3 2 1) menjadi (3 4 2 1)
(3 4 2 1) menjadi (3 2 4 1)
(3 2 4 1) menjadi (3 2 1 4)

Pass Kedua
(3 2 1 4) menjadi (2 3 1 4)
(2 3 1 4) menjadi (2 1 3 4) (2 1 3 4) menjadi (2 1 3 4)

Pass Ketiga 
(2 1 3 4) menjadi (1 2 3 4)
(1 2 3 4) menjadi (1 2 3 4)
(1 2 3 4) menjadi (1 2 3 4)

Pass Keempat
(1 2 3 4) menjadi (1 2 3 4)
(1 2 3 4) menjadi (1 2 3 4)
(1 2 3 4) menjadi (1 2 3 4)

Dari langkah pengurutan di atas, terlihat bahwa setiap kali melakukan satu pass, data terkecil akan bergeser ke arah awal sebanyak satu step. Dengan kata lain, untuk menggeser data terkecil dari urutan keempat menuju urutan pertama, dibutuhkan pass sebanyak tiga kali, ditambah satu kali pass untuk memverifikasi. Sehingga jumlah proses pada kondisi best case dapat dirumuskan sebagai berikut.

Jumlah proses = n2+n                          (3)

Dalam persamaan (3) di atas, n adalah jumlah elemen yang akan diurutkan. Sehingga notasi Big-O yang didapat adalah O(n2). Dengan kata lain, pada kondisi worst-case, algoritma Bubble Sort termasuk dalam kategori algoritma kuadratik.

2.3.3  Kondisi Average-Case

Pada kondisi average-case, jumlah pass ditentukan dari elemen mana yang mengalami penggeseran ke kiri paling banyak. Hal ini dapat ditunjukkan oleh proses pengurutan suatu array, misalkan saja (1 8 6 2). Dari (1 8 6 2), dapat dilihat bahwa yang akan mengalami proses penggeseran paling banyak adalah elemen 2, yaitu sebanyak dua kali.

Pass Pertama
(1 8 6 2) menjadi (1 8 6 2)
(1 8 6 2) menjadi (1 6 8 2) (1 6 8 2) menjadi (1 6 2 8)

Pass Kedua
(1 6 2 8) menjadi (1 6 2 8)
(1 6 2 8) menjadi (1 2 6 8)
(1 2 6 8) menjadi (1 2 6 8)

Pass Ketiga
(1 2 6 8) menjadi (1 2 6 8)
(1 2 6 8) menjadi (1 2 6 8)
(1 2 6 8) menjadi (1 2 6 8)

Dari proses pengurutan di atas, dapat dilihat bahwa untuk mengurutkan diperlukan dua buah passing, ditambah satu buah passing untuk memverifikasi. Dengan kata lain, jumlah proses perbandingan dapat dihitung sebagai berikut.
Jumlah proses = x2+x                          (4)
Dalam persamaan (4) di atas, x adalah jumlah penggeseran terbanyak. Dalam hal ini, x tidak pernah lebih besar dari n, sehingga x dapat dirumuskan sebagai
Dari persamaan (4) dan (5) di atas, dapat disimpulkan bahwa notasi big-O nya adalah O(n2). Dengan kata lain, pada kondisi average case algoritma Bubble Sort termasuk dalam algoritma kuadratik.

2.4               Kelebihan dan Kekurangan Algoritma Bubble Sort

Setiap algoritma memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing, demikian pula dengan algoritma Bubble Sort. Kelebihan dan kekurangan dari algoritma Bubble Sort dapat dilihat dari karakteristik algoritma Bubble Sort itu sendiri. Berikut ini adalah beberapa kelebihan dan kekurangan dari algoritma Bubble Sort.

2.4.1  Kelebihan Bubble Sort

Beberapa kelebihan dari algoritma Bubble Sort adalah sebagai berikut :
       Algoritma yang simpel.
       Mudah untuk diubah menjadi kode.
       Definisi terurut terdapat dengan jelas dalam algoritma.
       Cocok untuk pengurutan data dengan elemen kecil telah terurut.

Algoritma yang simpel. Hal ini dilihat dari proses pengurutan yang hanya menggunakan rekurens dan perbandingan, tanpa penggunaan proses lain. Algoritma pengurutan lain cenderung menggunakan proses lain, misalnya proses partisi pada algoritma Quick Sort.[4]
Mudah untuk diubah menjadi kode. Hal ini diakibatkan oleh simpelnya algoritma Bubble Sort, sehingga kecil kemungkinan terjadi kesalahan sintax dalam pembuatan kode.
Definisi terurut terdapat dengan jelas dalam algoritma. Definisi terurut ini adalah tidak adanya satu kalipun swap pada satu kali pass. Berbeda dengan algoritma lain yang seringkali tidak memiliki definisi terurut yang jelas tertera pada algoritmanya, misalnya Quick Sort yang hanya melakukan partisi hingga hanya ada dua buah nilai yang bisa dibandingkan.
Cocok untuk pengurutan data dengan elemen kecil telah terurut. Algoritma Bubble Sort memiliki kondisi best case dengan kompleksitas algoritma O(n).

2.4.2  Kekurangan Bubble Sort

Beberapa kekurangan dari algoritma Bubble Sort adalah sebagai berikut :
  • Tidak efektif dalam pengurutan data berskala besar.
  • Langkah pengurutan yang terlalu panjang. 
Kekurangan terbesar dari Bubble Sort adalah kompleksitas algoritma yang terlalu besar, baik dalam  average case maupun worst case, yaitu O(n2), sehingga seringkali disebut sebagai algoritma primitif, brute-force, maupun algoritma naïf.[1] Untuk 1000 buah data misalnya, maka akan terjadi proses tidak lebih dari satu juta proses perbandingan.
Kompleksitas yang besar ini juga seringkali membuat algoritma Bubble Sort sebagai “the general bad algorithm”.[2]
Bahkan, diantara algoritma pengurutan lain yang memiliki kompleksitas algoritma O(n2), insertion sort cenderung lebih efisien.

2.4.2  Modifikasi Bubble Sort

Akibat dari ketidakefektifan algoritma Bubble Sort, muncul berbagai cara agar algoritma Bubble Sort lebih efisien. Dari berbagai cara ini muncul variasi-variasi baru dari Bubble Sort, beberapa diantaranya adalah: 
  •    Modifikasi algoritma bubble sort
  •   Cocktail sort
  •   Comp sort 
Modifikasi algoritma bubble sort dilakukan sehingga pseudocode menjadi seperti berikut.
Proses algoritma yang terjadi akan menjadi 
                                        T(n)=n(n-1)/2                                    (5)

Pada proses di atas, kompleksitas algoritma tetap O(n2). Akan tetapi, pada worst case, waktu pemrosesan akan berjalan dua kali lebih cepat daripada algoritma bubble sort biasa.

Pada cocktail sort, pseudocode-nya adalah sebagai berikut.

Pada algoritma cocktail-sort, ide dasarnya adalah dalam satu pass, elemen terkecil dan terbesar akan berada pada tempat yang tepat. Setelah itu, algoritma diulang tanpa melibatkan elemen awal dan akhir. Hal ini menghilangkan “kura-kura” dan mengakibatkan jumlah operasi berkurang. Akan tetapi, pada worst case, algoritma ini masih memiliki kompleksitas algoritma O(n2).

Sedangkan pada comb sort, pseudocode-nya adalah sebagai berikut. 
Ide dari combsort adalah perbandingan antara elemen tidak dengan elemen sebelahnya, namun dimulai dengan gap sebesar panjang list data yang akan diurut, dibagi dengan suatu faktor. Faktor itu disebut  shrink factor.
Sebagai contoh, suatu list dengan jumlah elemen 7, maka dengan shrink factor sebesar 1.3, masing –masing gap adalah 5,3,2,1. Dengan kata lain, pada awalnya elemen ke-1 dibandingkan dengan elemen ke-6, kemudian dilihat apakah ditukar atau tidak. Setelah itu ulangi dengan melakukan sorting dengan gap 3, kemudian 2, 1, dan seterusnya. Hasil kompleksitas algoritma worst case dari comb sort adalah O(n log n).

3.  KESIMPULAN


Algoritma BubbleSort adalah algoritma yang simpel dan mudah dipelajari, selain itu memiliki definisi terurut yang jelas dalam algoritmanya. Algoritma ini juga memiliki ciri khas, yaitu “kura-kura dan kelinci”.
Akan tetapi, algoritma BubbleSort memiliki kelemahan, yaitu kompleksitas algoritma O(n2) pada average case dan worst case, sehingga menjadikan algoritma ini tidak efektif dalam pengurutan.
Oleh karena itu, banyak diciptakan variasi BubbleSort, mulai dari modifikasi algoritma hingga penambahan langkah baru dalam bentuk comb sort dan  cocktail sort.

 REFERENSI

  1. http://www.cs.duke.edu/~ola/papers/bubble.pdf       tanggal akses 14 dan 20 Desember 2009.
  2. http://www.jargon.net/jargonfile/b/bogo-sort.html tanggal akses 14 dan 20 Desember 2009.
  3. Knuth, Donald. The Art of Computer Programming, Volume 3: Sorting and Searching, Third Edition. AddisonWesley, 1997. ISBN 0-201-89685-0. Pages 106–110 of section 5.2.2: Sorting by Exchanging.
  4. http://www.informatika.org/~rinaldi/Matdis/20082009/Makalah2008/Makalah0809-019.pdf tanggal akses 14 dan 20 Desember 2009 


File PDF download disini



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Physical Layer

Physical Layer Pengertian Physical Layer Merupakan layer yang berhubungan dengan segala bentuk hubungan koneksi jaringan secaa fisik, dimana kebanyakan berhubungan degngan perangkat keras sebuah jaringan komputer, seperti hub, switch, server, dan juga client. Fungsi utama dari layer physical ini adalah melakukan sinkronisasi dari bit data, mendefinisikan LAN Card, dan juga melakukan definisi struktur jaringan dan media transmisi jaringan.

Transport Layer

Tentang Transport Layer Transport Layer memindahkan data antar-aplikasi antar-device dalam network. Transport Layer menyiapkan Application Data untuk dikirim kedalam network dan menyiapkan Network Data untuk di proses oleh aplikasi. Beberapa peran dan fungsi transport layer antara lain :